Mungkin ini hanya masalah kebiasaan. Kita begitu terbiasa mendengar bahwa manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Kita walaupun mungkin sudah tahu, seringnya lupa bahwa kita pun adalah makhluk roh. Habis gimana yah, yang seringnya jadi masalah kan yang berhubungan dengan tubuh kita: apa yang kita makan, minum dan pakai…
Masalahnya, kelalaian dalam hal ini bisa membawa kita pada degradasi moral yang konstan. Karena manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, maka diri kita pun terdiri atas 3 bagian, yaitu tubuh, jiwa dan roh. Paling banter, kita memikirkan atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan jiwa yang mencakup pikiran, perasaan dan kehendak. Misalnya, ada orang yang ngomongin kamu di belakang. Kamu pasti terluka. Entah gimana caranya, kamu pasti berusaha untuk menyembuhkan luka hatimu, karena perasaan adalah sesuatu yang tak terlihat, namun dapat dirasakan. Orang lain mungkin tak dapat melihatnya, namun kita merasakannya dalam hati kita. Dan sangat mengganggu jika yang kita rasa adalah emosi yang negatif dan melukai orang lain.
Hal lebih penting yang kita kerap lupakan adalah kebutuhan roh. Lebih dalam dari jiwa, roh tersembunyi sangat jauh di dalam diri kita. Sepertinya mungkin tak ada, namun ia ada, satu-satunya yang bertahan dan kekal dari diri kita. Sungguh sayang jika banyak dari antara kita yang meletakkan hidup pada dasar yang tidak dapat bertahan, karena pada saatnya nanti semua yang kita lakukan akan diuji dengan api untuk melihat seberapa kokohnya pekerjaan tersebut dibangun.
Roh adalah satu-satunya cara kita untuk berhubungan dengan Tuhan. Kita dapat berhubungan dengan sesama melalui pikiran, perkataan dan komunikasi verbal kita. Kita dapat berbuat baik pada orang lain, dapat menyumbang sejumlah besar uang dari kocek kita, namun tanpa roh kita tak dapat terhubung dengan Dia, karena Allah adalah Roh dan barangsiapa menyembah Dia haruslah menyembahNya dalam roh dan kebenaran.
Jika manusia rohani kita tak dibangun, selain tak dapat terhubung dengan Allah, kita juga dapat kehilangan hubungan dengan orang-orang terkasih. Dalam sebuah keluarga misalnya. Jika suami dan istri hanya menjalin hubungan secara fisik dan berusaha memenuhi kebutuhan jasmani semata, maka keharmonisan takkan terjadi, karena tak ada keseimbangan. Dua kaki seringkali tak cukup untuk menyangga. Kita butuh tiga kaki agar lebih kuat berdiri. Mungkin itulah sebabnya banyak pasangan yang bercerai dan merasa tak lagi ada kecocokan. Mereka lupa memanggil Tuhan dan menyertakanNya dalam tiap bagian dalam kehidupan mereka. Banyak anak merasa terabaikan oleh orang tua padahal kebutuhan mereka jelas-jelas dicukupi. Banyak suami merasa istri mulai sibuk dengan urusannya dan tak peduli pada suami. Sebaliknya banyak istri merasa suaminya tak lagi melihat dirinya sebagai gairah terbesar. Pekerjaan, bisnis, kantor dan kesibukan lain membuatnya berpaling. Pekerjaan seolah sudah membuatnya berselingkuh dan menjadikannya istri kedua. Mengapa bisa begitu? Karena mereka tak membangun manusia rohani mereka.
Yang menyedihkan, yang tampak seringkali bukanlah yang sebenarnya. Seseorang dapat terlihat bahagia dan ceria dengan keadaannya padahal, dalam hati ia menanggung beban yang berat. Seiring kemajuan teknologi, bertambah pula tuntutan manusia terhadap manusia lainnya. Jika tidak, tentu buku-buku pengembangan diri takkan laris dibaca dan dibeli orang. Banyak orang menampilkan senyum terbaik mereka sementara hati mereka mengalami luka terbesar.
Jika kita mengisi barang-barang mewah ke tempat yang seharusnya diisi oleh Tuhan, kita takkan mendapat hasil apapun selain kekosongan. Namun jika Tuhan kita ijinkan mengisi bagian hidup kita, Dia berjanji akan menambahkan semuanya itu pada kita.
Jika pada saat ini, di puncak kejayaan kita sebagai manusia kita dapat membeli dan memiliki apapun dalam hidup tapi masih merasakan kekosongan dalam jiwa, lihatlah ke dalam. Siapa tahu kebutuhan terbesar kita sebenarnya berada di dalam, bukannya semua barang mewah yang kita sanggup beli tersebut..